Aku tidak tahu kapan mama terjangkit syndrome ini. Tapi yang jelas,
makin hari syndrome yang menjangkit mama makin parah. Bahkan sepertinya, ibu-
ibu dikampungku juga terkena syndrome serupa.
Yeah, mama sedang
keracunan televisi. No, mama bukan tak ada kerjaan ngunyah- ngunyah TV dan
menderita keracunan. Tapi acara yang ditampilkan di TV itu lho, yang
membuat mulut mama seakan tak bosan
menceracaukan acara TV yang bahkan lupa tak dia tonton. Itu lho acara dangdut
yang sedang in nongol tiap malam dilayar kaca.
Pernah pagi-
pagi sepulang memberi makan ayam, mama masuk ke rumah sambil mengkumatkan lagi
penyakitnya.
“Aduh semalam
siapa ya yang tereliminasi? Mama ketiduran nih..”
Atau,”Ega
semalam nangis lho gara- gara kritik juri-nya pedes banget kayak cabai.”
Meskipun
jaraaang banget melihat siaran TV yang selalu dibusakan mama tiap waktu, tapi
aku selalu mengetahui perkembangan acaranya sejauh mana. Ya itu tadi, mama yang
selalu mengupdatenya padaku, meski sebenarnya aku sudah agak muak mendengarnya.
Mungkin karena berbeda selera musik dengan mama, acara yang selalu mama
pantengin tak terlalu menarik minatku. Yeah, meskipun tak suka, sekali dua kali
bolehlah dicocok paksa, tapi jika sehari bisa sepuluh kali? Waduh, tobat nih
kuping.
Tahu aku tak
terlalu meresponnya, sengaja atau tak sengaja mama suka mencari teman untuk
memperparah syndrome yang dia derita. Contohnya seperti pagi- pagi setelah
piket membersihkan mesjid, dari balik jendela kamar ku dengar mama sedang
mengobrolkan acara itu dengan empat tetangga sekaligus, yang notabene mempunyai
suara 4 oktaf. Duh baru juga pagi- pagi, sudah ingin menyumpal kuping oleh
bantal.
Pernah sehabis
tadarus Al quran selepas shalat magrib, mama menghidupkan TV dan begitu
histeris saat idolanya sudah tampil tiga menit sebelum dia menghidupkan TV.
“Aduh, kok Reza
sudah main sih? Padahal dari sebelum magrib sudah nungguin dia tampil. Malah
kelewat, sebel sebel sebel.”
Duh, lama- lama
sepertinya acara ini mesti diingatkan deh. Soalnya keseringan memulai acaranya
nanggung banget, setengah jam sebelum adzan magrib, atau sejam sebelumnya. Jadinya
kan umat islam Indonesia yang kebetulan fans berat acara ini, terkadang tidak
khusyuk shalat magribnya gara- gara takut terlewat penampilan sang idola, atau
memperpendek tadarus atau mengaji pasca shalat magrib, bahkan yang lebih ektrem
menyenggol shalat magrib dan menjamaknya ke shalat isya. Ckckck.
Lain mama, lain
kakak perempuanku. Tiap malam, layaknya pengajian rutin, dia selalu memelototi
sinetron india diacara TV sebelah yang tak kalah ngehitsnya dibanding acara
dangdutan. Namun kakak perempuanku lebih mending sih, dia tak pernah
mengupdatekannya padaku setiap sinetronnya selesai tayang. Setidaknya kupingku
masih bisa bernapas lega dari sinetron India. Tapi saat berbelanja dipasar… aku
mendengar para pedagang disana sedang mendiskusikan acara india itu dengan
seluruh keriuhrendahannya. 11 12 dengan mama.
Dilihat- lihat
sepertinya dikalangan ibu- ibu, fenoma acara dangdut dan sinetron india jadi
tolak ukur kegaulan seseorang. Semakin tahu rangkaian acara dangdut itu sampai
ke detail- detailnya, semakin gaullah dia. Tapi semakin sering diam ketika
mendiskusikan sinetron India saat berbelanja di warung, bisa dipastikan dia
bakalan dicap ibu- ibu yang lain sebagai ibu- ibu gak gaul banget.
Well, well, peran
televisi di Indonesia kini sedang gencar- gencarnya memikat hati masyarakat.
Berbagai acara menarikpun ditampilkan. Tapi sebaiknya sih, sesuka apapun sama
acara TV yang ditayangkan, kita harus punya filter yang kuat untuk menerima
mana tontonan yang baik, dan mana tontonan yang buruk. jangan sampai menonton
acara TV yang tujuan awalnya adalah sebagai hiburan, justru membuat kita lalai
dalam mengerjakan kewajiban, terutama kewajiban kita beribadah kepada Allah
swt. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar mendukung darimu sangat aku tunggu!!