Minggu, 24 Mei 2015

Jungkir Balik Nyari Best Friend



Manusia adalah makhluk sosial, maka mereka membutuhkan orang lain untuk hidup.

Ah, fakta diatas ternyata sangat membekas dalam hidupku. Jadinya dimanapun kaki berpijak, kemanapun langkah ini tertuju, aku selalu terobsesi untuk mempunyai teman, apalagi teman dekat. Karena aku selalu merasa aku bukanlah aku jika aku berdiri sendiri. Kehadiran seorang teman selalu member kekuatan tersendiri dan tentunya member warna yang indah dalam perjalanan hidupku.
Sayangnya aku adalah orang yang berwatak introvert. Aku susah membuka diri, susah mengobralkan ekspresiku, apalagi dilingkungan yang baru. Alhasil, aku selalu kesulitan mendapat  teman, apalagi teman dekat. Jadinya orang yang bisa aku mencurahkan isi hatiku dan mengekspresikan perasaanku padanya, itu artinya orang itu telah aku cap sebagai teman dekat. Mendapat teman yang mengerti aku luar dalam, plus menerima semua kekurangan dan kelebihanku adalah hal yang sangat sulit ku lakukan. Sungguh.
Mungkin sudah takdirnya saja kami akan menjadi teman dekat. Saat aku masuk disebuah pesantren di ciamis, aku sudah merasakan bahwa kami bagai kutub utara dan kutub selatan yang selalu tarik menarik jika berdekatan. Intinya kami sudah menemukan kecocokan saat pertama bertemu. Padahal aku baru saja memasuki lingkungan baru, aku juga berwatak tertutup, tapi dalam waktu relative dekat aku sudah mempunyai teman, teman dekat lagi? Sungguh luar biasa.
Aku semakin bersyukur karena teman dekatku adalah orang yang sangat baik, perhatian, gak itungan, pendengar yang baik, dan…. pokoknya dia orang baik sejati deh.
Hari demi hari kemudian menjadikan kami populer sebagai sahabat yang tak terpisahkan. Dimanapun ada dia, akupun ada disana. Dan dimana ada aku, diapun selalu ada disampingku. Rasanya mempunyai teman seperti itu bagaikan ketiban anugrah.
Hari demi haripun kami lalui dengan kisah persahabatan yang tulus. Kami saling mengerti satu sama lain. Julukan bak Lem dan Perangko melekat erat pada kami.
Namun hari demi hari selanjutnya akhirnya membuat dia jenuh. Mungkin karena kami kelamaan bersama atau karena kedekatan kami yang berlebihan ini membuat dia mengalami kejenuhan padaku.
Awalnya dia sangatlah manis bak ibu peri, tapi kini dia menjelma jadi sesosok teman yang selalu menikam ulu hatiku, baik dari depan maupun dari belakang. Aku hamper tak percaya bahwa sahabat yang selalu agungkan, kini berlaku sedemikian jahat padaku. Mending kalau dia melampiaskan kejenuhannya itu disaat kami sedang berdua saja. Parahnya kini dia sering menjatuhkanku dihadapan orang lain, membunuh karakterku, dan mematikan mood-ku didepan mereka. Mungkin perlakuannya ini adalah bentuk kejenuhannya padaku karena kedekatan kami yang berlebihan, tapi sungguh aku kecewa.
Setelah menangis berhari- hari dan mengutuknya dalam diam, akhirnya aku memutuskan untuk tak akan menganggapnya sahabat lagi. Buat apa aku terus menganggapnya sahabat? Toh dia selalu menyakitiku, pikirku. Dan aku juga berjanji akan membalas semua perlakuannya yang menyakitkan.
Hari demi hari berikutnya kami masih tetap hidup bersama. Bedanya dari tatap mata kami menguar kebencian yang terpendam. Disetiap kesempatan, aku selalu berusaha menjatuhkan dia, terutama dihadapan orang banyak. Dan baru aku sadari bahwa watak asli ex.sahabatku adalah watak yang ia tunjukan kini, bukan watak yang ia tunjukan kemarin- kemarin. Cemennya aku sama sekali tak berani mengungkapkan benci yang ku rasa ini langsung ke mukanya.
Hari demi hari selanjutnya, akhirnya membuatku sadar bahwa rasa benci yang aku pelihara ini tak ada gunanya sedikitpun. Dan aku juga sadar bahwa bahwa aku tak perlu membalas semua perlakuan menyakitkannya. Aku juga tak perlu memusingkan kenapa dia tak semanis dulu lagi? Kenapa dia jadi pribadi yang berbeda kini? Kenapa dia selalu menyakitiku? Karena kini aku memahami bahwa aku hanya perlu menghilangkan dendam, kembali ke pribadiku yang dulu, yang memahaminya, dan bersikap sewajarnya padanya dan aku akan tenang dan sabar menghadapinya.
Kini akupun tak memusingkan semua tindakan kasarnya padaku, karena yang berhak membalas semua perbuatan, baik atau buruk perbuatan itu, adalah Allah semata. Allah tak pernah tidur dan Allah sangatlah teliti. Kebaikan sekecil dan sesamar apapun takan luput dari perhatian-Nya. Dia akan membalas kebaikan berkali- kali lipat dan dari manapun itu datangnya.
Kesimpulan ini akhirnya menghancurkan dendamku dan membulatkan tekadku untuk tetap mengistimewakan sahabatku, meski kini dia tak lagi mengistimewakan aku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar mendukung darimu sangat aku tunggu!!