Waktu
yang tak pernah berhenti bergulir menyisakan berbagai kejadian yang akan
menjadi sebuah pelajaran berharga bila tahu cara mengambil hikmahnya. Sungguh,
aku membuktikannya saat bersekolah di SMAN 3 Tasikmalaya.
Orang
bilang hidup berawal dari mimpi. Dan ternyata yang aku rasa, memang itulah kenyataannya. Mimpi menjadi penyemangat
agar langkah punya arah. Satu lagi fakta bahwa ucapan adalah doa telah ku
buktikan disana.
Sejak
kelas VIII SMP, aku sudah terpesona dengan kharisma
sekolah yang terletak di Jalan Letkol Basyir Surya no 89 Tasikmalaya ini. Sejak
saat itu pula aku punya mimpi untuk melanjutkan sekolah disana. Setiap melewati
bangunannya ditengah pesawahan hijau sepulang sekolah, aku selalu menggembar-
gemborkan pada semua temanku bahwa itulah sekolah masa depanku. Tak hanya
sepulang sekolah saja, dimanapun asal ada kesempatan aku selalu mengumbar
mimpiku pada semua orang.
Namun
saat itu aku hanya bermimpi saja, tak terlalu terobsesi untuk mewujudkannya.
Karena aku sadar diri sebagai murid dari smp biasa terasa
sangat kecil peluangnya untuk menempati salah satu kursi dari 1150 kursi
disalah satu SMA favorit di Tasikmalaya itu. Meski hanya mimpi, aku tak
membuang peluang yang datang. Selepas ujian nasional SMP, aku mengikuti jalur
PMDK kesana. Dan ternyata…. Aku diterima. Senang sekali hatiku.
Satu
hal lagi yang membuatku bersyukur bisa bersekolah disini, aku diberi kesempatam
berkenalan dengan bahasa Jerman, bahasa asing yang benar- benar asing digendang
telingaku. Aku yang selalu bersemangat mempelajari hal baru, menjadi tak sabar
hati ingin segera mempelajarinya.
Aku
ingat kalau hari itu hari rabu, hari saat pertama kali aku berkenalan dengan
bahasa Jerman. Dan kata,”Guten Morgen!” menjadi kalimat pertama bahasa Jerman
yang ku pelajari. Tentu saja yang membuat mata pelajaran ini semakin menarik
untuk dipelajari, tak lepas dari gaya mengajar guru mata
pelajarannya yang asyik banget. Mungkin karena Mutty
Etty Sugyarti sudah mempunyai pengalaman mengajar sejak juli 1985 membuatnya
bisa memberikan ilmu yang banyak tapi dengan penjelasan yang singkat dan
langsung dimengerti oleh semua muridnya. Hebat.
Sejak
pertama kali melihat Mutty Etty memasuki kelas, aku sudah tahu kalau dia itu
guru yang berkualitas sekaligus menginspirasi. Terlihat dari gaya berpakaiannya
yang simpel
dan bersahaja, langkah- langkah kakinya yang lebar saat berjalan seakan waktunya
tak ingin terbuang sia- sia walau sedetikpun, gaya belajarnya yang langsung
kena ketitik sasaran, santai, terkuasai, mengalir, aksen
bicaranya yang Deutschland banget, ditambah pengalamannya bolak- balik Jerman
tiap tahun dengan segudang urusan menyangkut pendidikan membuatnya bisa membuka
cakrawala kami seluas- luasnya tentang negeri Jerman sana.
yang berdiri paling kanan
Kelebihannya
yang lain, mutty mampu meyakinkan kami, para muridnya, bahwa belajar bahasa
Jerman itu sangat mudah, semudah kami berbahasa Indonesia. Terbukti, setelah
belajar dengannya kami selalu merasa menjadi bule Jerman dadakan, saking kami
mudah menguasai semua materi yang diberikan oleh mutty. Sayangnya, hal itu
hanya bertahan selama empat minggu saja. Menginjak minggu kelima kami
mempelajari bahasa Jerman, Deutsch, kami mulai menemui kendala
kalau bahasa Jerman itu susah banget.
Kepribadian
mutty yang tegas, tepat waktu dan disiplin semakin menyulitkan kami. Hehe.
Pasalnya dia tak segan- segan menolak tugas kami jika kami terlambat
mengerjakannya. Tujuan mutty bersikap demikian tentu saja dengan harapan agar
muridnya mampu berdisiplin dalam segala hal dan bisa menghargai waktu, dasar
kaminya saja yang tak mau mengakui kesalahan membuat kami menjulukinya guru galak.
Bahkan
kakak kelas sebelum kami pernah menyebutnya,”TIGA DIVA”. Berawal saat mutty dan
dua guru lain yang mempunyai julukan yang sama secara tak sengaja mendapat
jadwal guru piket dihari yang sama pula, hari rabu.
Setiap hari rabu itu, mereka bertiga menjelma bak algojo yang mengeksekusi
murid- murid yang datang terlambat kesekolah. Setelah bel tanda memasuki
pelajaran menjerit diseluruh penjuru sekolah, tak ada ampun sedikitpun untuk
murid yang datang setelahnya. Mereka yang terlambat harus menerima hukuman
dulu, baru bisa masuk dijam kedua pelajaran. Agaknya sebutan,”TIGA DIVA”-pun
tercetus dari sebuah bibir yang pernah kena hukuman dari mutty
karena datang terlambat kesekolah.
Diluar
julukannya sebagai guru galak, mutty sebenarnya pribadi yang bersahabat dan
menyenangkan kok. Sayangnya dikelas X tahun 2007, aku hanya belajar bahasa
Jerman selama satu semester saja, karena semester selanjutnya digantikan oleh
bahasa Arab. Aku yang memilih jurusan bahasa dikelas XI akhirnya membuat aku
kembali bertemu dengan bahasa Jerman dan mutty Etty. Baru disinilah aku
mengetahui lebih lanjut tentang perjalanan sekolahku tercinta ini bisa terkenal
sampai Jerman sana.
Berkat
kerja keras mutty juga, tahun 2004, SMAN 3 Tasikmalaya atau yang dikenal
muridnya dengan sebutan SMANTITAS atau TRITAS dijadikan Pilot Projekt untuk
pengembangan bahasa Jerman oleh kedutaan Jerman. Saat itu di Indonesia hanya
ada tiga sekolah yang terpilih yakni SMAN 3 Tasikmalaya, SMAN 1 Yogya, dan SMAN
3 Mataram.
Merangkak
semakin maju, akhirnya tahun 2008, SMAN 3 Tasikmalaya termasuk dari 1000
sekolah didunia yang terpilih menjadi sekolah mitra dengan kedutaan Jerman. Di
Indonesia hanya ada 38 sekolah yang terpilih, 5 sekolah diantaranya berasal
dari Daerah Jawa Barat yakni SMAN 3 Tasikmalaya, SMAN 7 Bandung, SMA PGII
Bandung, SMA Madania Bogor dan SMA Dwi Warna.
Setelah sekolahku terpilih menjadi sekolah mitra, tiap tahun
sekolah kami selalu mengirimkan siswa untuk mengikuti Jugendkurs selama 3
minggu di Jerman. Sudah ada 18 siswa yang sekolah kami kirimkan ke Jerman, 2
siswa ke Thailand, dan 1 siswa ke Jepang yang semuanya difasilitasi
Pemerintahan Jerman. Namun sebenarnya sejak 2006, sekolah kami sudah
menerbangkan seorang siswa ke Jerman sana yakni Kak Inayah, kakak kelasku.
Selain
itu, sekolah kami juga selalu mengikuti workshop- workshop yang sejurus dengan
pembelajaran bahasa Jerman disekolah. Di Bandung, Jakarta, bahkan di Bali-pun sekolah
kami selalu mengikutinya. Ah, semakin bangga aku menjadi warga kelas bahasa.
Makanya
saat mutty mengumumkan bahwa akan diadakan test penyeleksian Jugendkurs, aku
sangat bersemangat dan semakin giat belajar. Dihari pelaksanaannya, meski
membuat urat- urat dikepalaku kriwil- kriwil, namun aku akhirnya berhasil
menyelesaikan semua soal yang diberikan mutty bisa ku selesaikan sampai tuntas.
Karena
test itu dilaksanakan sebelum liburan semester ganjil dikelas XI, pengumuman
siswa yang lolos test akan mutty umumkan saat liburan nanti lewat sms dan
telpon. Keadaanku yang tinggal di pesantren dan tidak membawa ponsel membuatku
terlambat mengetahui pengumuman bahwa aku
termasuk 21 orang yang lulus test.
Aku baru tahu bahwa aku termasuk satu dari dua puluh satu
orang yang berpeluang mendapat kesempatan emas, dihari ketiga setelah teman-
temanku mengikuti kursus kilat bersama mutty. Ketika aku masuk kursus kilat
bahasa Jerman dihari keempat, aku merasa jadi peserta kursus paling tidak
ketinggalan materi. Menyesal?
Sangat menyesal.
Namun
keadaan kembali membuatku bimbang. Salah satu ustadz dipesantren, tempat aku tinggal selama masa sma, meninggal dunia.
Perhatianku makin terbagi- bagi dan kacau balau. Disatu sisi aku harus mengejar
ketertinggalanku dikursus, namun disatu sisi lagi aku ingin menjadi santri yang
berbakti kepada ustadznya.
Dengan
berbagai pertimbangan, mengikuti kursuspun aku sudah ketinggalan, aku memilih
tetap diam dipesantren dan ikut dalam semua
prosesi pemakaman. Tepatnya hari jumat, aku memberanikan diri menelpon mutty
dan memberitahukan bahwa aku mengundurkan diri dari calon peserta Jugendkurs.
Dan
itulah keputusan terbodohku yang masih ku sesali sampai kini. Saat kami kembali
bersekolah karena masa liburan sudah berakhir, saat menyadari ketertinggalanku
dalam mata pelajaran bahasa jerman semakin terpuruk, dan saat itu pula aku
mulai membangun benteng mimpi sebagai bentuk penyesalanku karena telah membuat
sebuah keputusan yang salah.
Aku
mulai hidup bagaikan kapal yang limbung, yang terombang- ambing gelombang
lautan dan kehilangan mata angin untuk menentukan arah. Setiap hari aku
kerjaannya membawa novel ke kelas. Dan disetiap ada kesempatan, meski guru
sedang menjelaskan didepan kelas sekalipun, aku selalu menghabiskan semua
waktuku untuk membaca.
Tak
hanya itu, aku juga semakin sering datang terlambat ke sekolah. Dan benteng
yang aku cipta dalam hati tanpa sadar membuatku perlahan- lahan menarik diri
dari pergaulan, aku terasing dari teman- temanku sendiri. Saat itu aku tidak
menyadari imbas dari penyesalanku waktu itu membuat hidupku kacau balau. Dasar
ABG labil! Makiku dalam hati, tapi aku tetap tak bisa meloloskan diri dari
kepungan.
Namaku
yang sering bertengger didaftar piket murid yang kesiangan, akhirnya membuatku
dipanggil mutty. Saat kelas XII, mutty memang menjadi wali kelasku. Setelah
menerima berbagai nasihat dari mutty, awan- awan mendung yang menutupi hati dan
pikiranku mulai tersingkap. Dari sanalah aku mulai menyadari kekhilafanku dan
bertekad untuk mulai menyusun strategi mengejar ketertinggalan.
Dalam
mata pelajaran bahasa Jerman, gaya belajar mutty yang beda dari guru yang lain
sangat membantuku.
Hampir
ditiap pertemuan, setelah mutty selesai memberikan materi, mutty selalu membagi
kami menjadi beberapa kelompok. Sebelumnya mutty selalu memilih murid yang
sudah menguasai materi pelajaran untuk dijadikan ketua kelompok sekaligus
pembimbing anggota kelompoknya yang belum paham akan materi yang diajarkan.
Beberapa
waktu setelah tiap kelompok melakukan diskusi, mutty selalu melemparkan
beberapa pertanyaan sebagai alat tolak ukur tingkat pemahaman muridnya. Bisa
dijadikan ciri khasnya, murid yang mutty tanyai adalah murid yang dirasa mutty
masih belum menguasai materi. Bersyukur, semakin kesini aku jarang ditanya
mutty. Itu artinya… kemampuanku dalam menguasai
bahasa Jerman semakin mantap dan aku siap menyongsong UN.
Meskipun tahun 2010 UN ada remidialnya, sama sekali aku
tak berpikir untuk menjadi bagian dari siswa yang mengikutinya. Makanya aku
belajar keras dan sungguh- sungguh untuk membuktikan bahwa aku juga mampu lulus
dari salah satu sekolah favorit Tasikmalaya dengan nilai yang membanggakan. Ku
lewati tanggal dua puluh sampai dua puluh empat maret dengan segenap kerja
keras dalam belajar dan panjatan doa setulus hati pada Yang Maha Kuasa.
Alhamdulillah aku bisa tersenyum bangga mengetahui nilai
UN bahasa Jermanku adalah 8,9. Terima kasih mutty, jasamu mengajari keawamanku
tak pernah ku lupakan. Akupun semakin merasa ringan dalam melangkah menyongsong
tanggal 5 mei 2010, hari perpisahan kelas dua belas di SMAN 3 Tasikmalaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar mendukung darimu sangat aku tunggu!!