Minggu, 28 Februari 2016

Kutukan Kelompok 3 Tata Boga


Bisa dikatakan masa smp-ku sangatlah menyenangkan. Banyak kenangan manis yang terukir saat memakai seragam putih biru itu. Dan salah satu kenangan yang selalu membuatku terkikik dan membuat orang lain berpikir aku terkena syndrom kurang waras karena senyam senyum sendirian adalah saat ujian praktek akhir mata pelajaran tata boga.
Ya, smp-ku memang memasukan mata pelajaran ini kedalam kurikulumnya. Emang sih mata pelajaran ini cukup menguras isi kantong tiap kali ujian praktek. Tapi saat melihat hasil praktek berupa makanan lezat nan bergizi, umh... lupalah sama uang jajan yang bolong. Berkat mata pelajaran inilah, aku yang masih bloon sama urusan dapur akhirnya bisa bereksperimen membuat brownies kukus, nasi tumpeng, perkedel, dan masakan yang lain.
Dan menjelang kelulusan smp, akhirnya mata pelajaran inipun mengadakan ujian praktek pamungkasnya. Dan tak tanggung- tanggung, menu yang mesti kami siapkan adalah seperangkat makanan 4 sehat 5 sempurna.
Baiklah sebelum cerita berlanjut, akan ku ceritakan dulu kelompok tata boga yang ada dikelasku ini. Murid kelas IX-A  berisi 37 orang inipun akhirnya dibagi jadi 3 kelompok besar. Kelompok pertama beranggotakan murid- murid berprestasi nan sibuk di kepengurusan osis, kelompok 2 beranggotakan 4 murid perempuan kecentilan maniak make up, 2 murid berprilaku normal dan 6 murid laki laki, dan kelompok 3 beranggotakan murid biasa yang diketuai oleh seorang otoriter bernama Eni.
Aku dan teman baikku, Eli, masuk ke kelompok 2. Namun merasa tidak nyaman dengan kelompok ini setelah melalui beberapa ujian praktek, membuatku berinisiatif untuk membentuk kelompok tata boga baru. Dan mulailah aku menghasut beberapa anggota kelompok 3 yang juga tidak nyaman dengan kelompoknya. Dan terbentuklah kelompok 4 tata boga beranggotakan aku, Eli, dan empat teman wanita yang lain. Cukup nekat sih aksiku ini, karena menghadapi ujian praktek tata boga pamungkas yang membutuhkan dana lumayan besar, harus kami tanggung berenam disaat kelompok lain membaginya bersepuluh atau lebih. Namun demi kenyamanan saat ujian, kami berenam bertekad untuk tetap keukeuh dikelompok 4.
Ujian praktekpun tiba. Bu Alin, guru tata boga, menyuruh murid membawa masakan jadi ke sekolah (tidak memasak di sekolah) membuat kami harus menginap di salah satu rumah teman untuk memasak bersama. Kelompokku yang kecil inipun dengan mudah ku koordinir dengan membagi dua kelompok memasak. Tanpa kesulitan berarti, pukul setengah 8 kami sudah tiba di sekolah dengan menu 4 sehat 5 sempurna kami yang sangat menggoda, disaat kelompok lain masih berjibaku di dapurnya masing- masing.
Saat kelompok kami tengah menanti kelompok lain, dikejauhan ku lihat Eni(ketua kelompok 3) sedang khusyuk menceramahi Azmi, teman kelompoknya, yang sedang berkesusahan membawa selusin piring. Tak ada angin, tak ada hujan, penyakit ayan Azmi kumat di dekat tangga menuju kelas IX. Semua yang menyaksikan kaget berat dengan kejadian ini. Dan yang makin membuat gempar pagi itu karena, kumatnya penyakit Azmi diiringi iringan suara piring pecah. Beruntung kekumatan penyakit Azmi tidak berlangsung lama.
Eni sepertinya kapok menyuruh Azmi mengangkut barang pecah belah. Maka diapun turun tangan saat membawa mangkuk sayur berukuran jumbo. Malang tak dapat ditepis, kaki Eni terkilir dan mangkuk sayurpun pecah. Tak dapat ku bayangkan betapa stressnya Eni melihat kekacauan dikelompoknya. Dan menurut prediksiku, yang lebih stress dari semua kekacauan ini adalah Sri, anggota kelompok 3 pemilik barang pecah belah yang sudah pecah ini.
Pukul 9, tibalah saat kami menikmati makanan hasil jerih payah kami memasak tadi malam. Ditengah suka ria memakan makanan lezat, ku lirik meja kelompok 3 yang penuh kesuraman. Usut punya usut, Dwi, teman baikku yang naas bersarang dikelompok 3 memberitahukan kalau kelompoknya harus patungan lagi untuk mengganti piring dan mangkuk Sri yang pecah.
Entah dosa apa yang telah diperbuat salah seorang anggota kelompok 3 hingga kesialan demi kesialan datang bertubi- tubi hari ini, yang jelas aura kesialan kelompok 3 begitu kuat. Terbukti setelah 2 jam kemudian, setelah serangkaian praktek tata boga berakhir dan murid kelas IX bergegas pulang, aku dan Eli yang kebetulan rumahnya searah dengan anggota kelompok 3 pulang bersama mereka (Eni dan Sri tidak ikut karena sedang ke pasar membeli barang ganti). Aku, Eli, Dwi, Fatimah, dan Evi sedang berjalan beriringan sambil keberatan menjinjing barang- barang yang digunakan untuk ujian praktek, merasa sangat kaget saat tiba- tiba dua ekor embek kacang mengejar kami. Mungkin embek kelaparan itu membaui aroma makanan dari keresek yang kami bawa.

Takut diseruduk embek, kamipun lari tunggang langgang sambil membawa keresek keresek besar. Frustasi dengan kesialan yang terus menimpanya, Dwi menjerit kesal pada Fatimah dan Evi.
"Apes banget yak kelompok kita. Piring pecah, patungan dobel, pulangnya dikejar embek. Apes. Apes," teriak Dwi sambil berlari.
Fatimah dan Evi-pun mengamini perkataan Dwi.
Namun meskipun aku dan Eli jadi ikutan ketiban sial kelompok mereka, tapi akhirnya kami tertawa terbahak- bahak setelah lepas dari kejaran embek kacang, sejenis embek bertubuh kecil mirip anjing. Biarlah kesialan kelompok 3 ini menjadi kenangan indah di masa depan.  Eh, apa bener kelompok 3 memang sedang dikutuk? Berdasarkan fakta- fakta diatas, kayaknya kelompok 3 memang sedang dikutuk kali ya. Hehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar mendukung darimu sangat aku tunggu!!