Sejatinya manusia selalu dirundung bingung, karena hidup itu penuh
dengan pilihan. Yang paling membuat hidup manusia makin bingung, kehidupan tak
pernah memberikan pilihan tunggal, yang jika memilih pilihan A maka perkaranya
selesai sampai disitu saja. Tidak. Tapi kehidupan selalu memberi pilihan yang
berkesinmbungan atau saling berhubungan.
Misalnya jika kita memilih hidup sesuai tuntutan agama islam
daripada hidup sesuai tuntutan zaman yang makin edan. Maka saat kita kepepet,
kita harus mempertahankan prinsip yang telah kita pilih. Harus jujur meski
akibatnya sangat menyakitkan, memilih menyampaikan amanah meski itu sangat
berat, memilih mengeluarkan zakat meski kantong kita sedang memerlukan biaya
tambahan.
Dan tuntutan dari semua pilihan yaitu konsisten atau istiqomah
dalam mengambil pilihan. Hal ini agaknya merupakan praktek paling susah untuk
dikerjakan manusia. Karena terkadang situasi dan kondisi bisa membuat kita
tergelincir dalam memilih, sehingga kita semakin jauh dengan prinsip yang kita
yakini. Dan ini menandakan bahwa tiadalah daya upaya manusia untuk berkehendak.
Sifat manusia yang lemah dan tak berdaya ini harusnya menjadi baharenungan untuk kita. Bahwasekeras
appun berusaha, menentukan target, dan membuat peta perjalanan hidup tapi jika
Allah tak menentukan? Tak aka nada rencana yang akan terlaksana.
Kita juga sering menjumpai akhir ayat dalam
beberapa surat dalam Al Quran, Wallahu ‘ala kulli saiing qodiir, hanya
Allah lah yang berkuasa atas semua perkara. Letak firman ini selalu ditempatkan
diakhir ayat memberikan kita sebuah renungan bahwa sematang apapun rencana
kita, sebulat apapun tekad kita, maka pada akhirnya kuasa Allah-lah yang
berbicara.
Allah berkuasa pada semua hal. Ini adalah
realita yang mutlak, artinya Allah berkuasa tak hanya pada sesuatu yang mungkin
saja, tapi pada sesuatu yang mustahilpun kuasa-Nya takan terhalang oleh apapun.
Aku jadi teringat guruku yang pernah
bercerita tentang manusia paling tinggi sedunia. Cerita ini diambil dari kitab
Durratun Nasihin. Alkisah pada zaman Nabi Nuh as. Ada seorang manusia bernama
Aod. Dia adalah manusia paling tinggi dalam sejarah manusia. Bayangkan saja,
jika Aod berdiri ditengah laut paling dalam sedunia, maka air lautnya hanya
sebatas pertengahan betisnya saja. Bisa kamu bayangkan panjang hidungnya berapa
kilometer?
Sayangnya, meski Allah telah memberikan
peringkat sebagai manusia paling tinggi padanya, Aod tidak beriman kepada Allah
dan tidak mempercaya ajaran yang dibawa Nabi Nuh. Allah selalu menciptakan
tubuh manusia dengan bentuk yang sesempurna mungkin. Jika tubuhnya pendek, maka
ukuran tubuhnya yang lainpun disesuaikan dengannya. Begitupun dengan Aod,
karena tinggi badannya yang menjulang, maka ukuran perutnyapun sangat besar
disesuaikan dengan ukuran tinggi badannya. Inilah inti permasalahannya. Selama
hidupnya, meski sebanyak apapun makanan yang Aod makan, dia tak pernah merasa
kenyang.
Alkisah saat Nabi Nuh akan membuat perahu
untuk menyelamatkan diri dari adzab yang akan Allah timpakan pada qaumnya yang
ingkar, Nabi Nuh meminta bantuan Aod untuk membuat perahu. Aod menyanggupi
permintaan Nabi Nuh dengan syarat Aod ingin diberi makanan yang mampu
mengenyangkan perutnya. Nabi Nuh pun menyanggupinya.
Lalu mulailah Aod bekerja membuat perahu.
Dia mulai mencabut pepohonan dari hutan segampang kita mencabuti rumput liar
dihalaman sampai akarnya. Ketika membelah kayupun menjadi lembaran papan yang
tipis, dia tak memerlukan gergaji, ibarat daging ayam, dia hanya perlu menyuir-
nyuir dengan tangannya. Subhanallah.
Perahu permintaan Nuh pun akhirnya selesai.
Sebagai imblannya, Nabi Nuh member Aod sepotong roti dari dalam sakunya. Dan
ternyata untuk pertama kalinya, Aod merasa kenyang dengan memakan sepotong roti
itu. Subhanallah.
Betapa mustahilnya hal ini bila dilihat
dari kacamata akal kita. Manusia paling tinggi sedunia baru merasakan kenyang
setelah memakan sepotong roti yang diambil dari saku baju, bila dibayangkan
mungkin roti itu tak lebih besar dari seekor ayam. Allahu a’lam. Dan disinilah
kehendak Allah kembali dipertontonkan untuk membuat kita merenung.
Makanya sudah saatnya kita yang berhati
angkuh, yang merasa mampu melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, yang
merasa diri sudah mandiri, menyerahkan hati, hidup dan takdir kita pada kuasa
Allah. Bukan berarti hari- hari kita diisi dengan berpangku tangan, menunggu
takdir Allah menjemput kita, bukan. Tapi kita harus selalu bertawakal padanya,
berserah diri setelah melakukan usaha kita ktika melakukan ikhtiar. Ingatlah
Allah takan merubah nasib suatu kaum, kecuali atas usaha kaum itu sendiri. Tapi
ingatlah, ketika kita berhasil mencapai semua cita- cita yang kita inginkan,
kita tak boleh mempunyai rasa sombong karena diatas langit pasti ada langit. Wallahu
‘ala kulli syaiing qodiir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
komentar mendukung darimu sangat aku tunggu!!